oleh Shaykh Dr. Abdalqadir As-Sufi
Apa yang kemudian berlaku dari proses Tolérance ini adalah hasil yang diinginkan, yaitu dihapusnya komunitas yang bersalah, apakah melalui pemusnahan dengan cara melakukan perang 'keadilan' atas mereka- yaitu perang melawan teror - maupun melalui asimilasi total pihak tertuduh alhasil sirnalah etos yang disidik melalui dialektika ini.
Di Jakarta pada akhir Februari 2004 lalu, sebuah konferensi yang mengaku diri sebagai Konferensi Internasional Ulama Islam, diadakan dengan sub-judul "guna mengangkat prinsip-prinsip islam." Kami sudah memaparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya bahwa kuffar kini sedang mendalangi dialektika, yang mana hasilnya akan sama saja dari sudut pandang yang manapun, yaitu hasil yang mereka inginkan. Dialektika ini telah kita namakan sebagai Politik Isma'ili, dan adalah penyimpangan yang ke luar dari Islam, yang pas sekali dengan keadaan zaman sekarang. Teorinya adalah untuk membiarkan serangkaian aksi teror yang begitu mengerikan terjadi hingga pihak yang dituduh melaksanakannya, baik karena letih maupun benci, digiring kepada kebalikannya. Kemudian antitesanya ditawarkan kepada komunitas yang kini merasa bersalah dan malu. Solusi yang timbul yang konon dipaparkan sebagai 'ketertiban setelah kekacuan', dan sebagai 'keadilan setelah ketidak-adilan' , adalah 'Toleransi'.
Lebih baik bagi kita untuk menggunakan istilah tersebut dalam bentuk tulisan Perancis, yaitu Tolérance , karena istilah itu dilahirkan dengan sengaja sebagai salah satu alat kekuasaan dalam rangka pendirian negara ateis segera setelah Revolusi Perancis. Doktrin ini sebenarnya sangat tak masuk akal karena buktinya adalah kebalikannya. Jika kita amati dengan seksama jelaslah alat kekuasaan ini dibidik kepada sekelompok guna mengubah mereka agar tunduk pada tatanan moral kelompok lawannya. Dengan kata lain, mengandung dinamika satu arah. Maksud kami adalah bahwa doktrin Tolérance memaksa kelompok yang dituduhnya untuk "Toleransilah pada kita!" Terkandung di dalamnya adalah mustahilnya berlaku timbal-balik dari kelompok yang meminta ditolerir. Ini harus digaris bawahi. "Kalian harus mentolerir kita - tapi situasi anda tak bisa diltolerir karena kalian mencoba menekan kita dengan teror."
Apa yang kemudian berlaku dari proses Tolérance ini adalah hasil yang diinginkan, yaitu dihapusnya komunitas yang bersalah, apakah melalui pemusnahan dengan cara melakukan perang 'keadilan' atas mereka- yaitu perang melawan teror - maupun melalui asimilasi total pihak tertuduh alhasil sirnalah etos yang disidik melalui dialektika ini.
Dari sudut pandang materialis, apa yang mereka sesumbar sebagai Perang atas Teror sebenarnya sangat menarik karena satu komunitas, dengan dukungan antek-anteknya, bersedia untuk menggelarkan semua persenjataan teknologi mereka guna memerangi musuh-musuh mereka, sampai kepada seluruh kekuatan polisi rahasia internasional mereka, bahkan hingga ditariknya kembali protokol-protokol kebebasan madani hasil jerih-payah mereka sendiri. Di sisi lain para teroris hanya memiliki badan-badan mereka sendiri yang mereka sedia korbankan dalam arena musuh mereka, yang kemudian berakibat ditimpanya komunitas mereka sendiri dengan bencana hasil bunuh-diri itu.
Tak bisa dipungkiri bahwa dari sudut Islam, seorang Muslim yang melakukan bunuh diri akan masuk Api ( naarul-jahannam ). Andai kita berbalik kepada penerapan doktrin politik Tolérance kita akan menghadapi masalah yang lebih parah lagi. Dipegangnya doktrin ini, dakwahnya doktrin ini, dukungan atas doktrin ini, mengajak pihak lain pada doktrin ini, adalah program kafir di zaman ini untuk menghapuskan Islam. Ideologi yang dikumandangkan oleh Nazi adalah " Kirche, Küche und Kinder" (Gereja, Dapur dan Anak-anak), sebuah program yang nampak damai dan "menjunjung kehidupan", sementara penerapan program manis ini berarti harus segera menghapus segolongan ras manusia yang mereka anggap tak mendukung ideologi ini. Melihat rencana dan pelaksanaan yang sudah berjalan dari program genosida ( pemusnahan massal ) atas Muslimin, Tolérance mirip dengan ideologi Nazi itu.
Alhasil tak seorangpun boleh dibiarkan memasuki dialektika kuffar. Dengan demikian dari sudut pandang Islam penolakan atas Tolérance tak terpisahkan dengan penolakan atas terorisme. Masalah terorisme adalah masalah mereka, karena kita Ummat Dunia bukanlah pelakunya, apalagi sebagian dari aksi teror dipicu oleh mereka sendiri dengan terus menggunakan agen-agen provokator mereka. Sebaliknya, Tolérance adalah masalah kita dan keteguhan kita untuk menolaknya haruspun sempurna. Jika kita tak acuh pada peringatan ini, masa depan setiap masyarakat Muslim adalah menjadi seruntun Cagar-Muslim Nasional, terusir dari segenap lingkaran kekayaan, perdagangan dan kedamaian. Komunitas Arab-Palestina yang kini hampir putus dari pendidikan Islam yang benar, tentu salah telak jika mereka kira dinding Israel ada kemiripan dengan dinding Berlin, karena dinding Berlin hanyalah pembatas antara dua masyarakat musuh yang pada intinya sama saja. Namun, sebenarnya sama dengan situasi di Pale yang mendorong para yahudi memasuki kawasan payau Polandia demi 'bersih'-nya zona masyarakat Rusia.
Kini mari kita amati dengan seksama Konferensi Jakarta. Jika ada setitikpun keraguan kita atas kuatnya komitmen kafir pada Doktrin Tolérance , maka Konferensi Jakarta dapat diacungkan sebagai bukti kuat atas sampai mana kemajuan dan kerjasama kuffar pada gerakan ini. Presiden Megawati Sukarnoputri yang tak dikenal dengan ketajaman intelektualnya, dalam pidato pembukanya di acara tersebut, dalam waktu singkat sudah mengutarakan doktrin kembarannya kuffar, yaitu Hak-hak Asasi Manusia - HAM (bacalah pidato pentingnya Hajj Abu Bakr Rieger, Rais Gerakan Dakwah se-Dunia Murabitun, sebagaimana ia sampaikan di Konferensi Fiqh Internasional di Pretoria pada Oktober 2003, tersedia di website ini). Belum lagi desahan dan gumaman Presiden Megawati yang hampir tak kentara mengenai masuknya AS ke dalam Iraq, tak selantang perlawanan Menteri Luar Negeri Perancis, yang didasari dengan hukum internasional.
Allah Ta'Ala mengatakan dalam surat Ibrahim (14:52 dalam riwayat Warsy):
"(Al-Quran) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran."
Jadi, jika kita melihat tafsir sahih ayat-ayat Quran di atas hingga ke Sunnah Rasulullah Salallaahu 'Alaihi Wasallaam, mengenai apa itu Diinul-Islam, maka akan berdampak politik yang sangat dalam. Tak ada lagi yang lebih layak untuk mengutuk Konferensi Jakarta ini selain dengan menunjukkan bahwa landasan kesombongan dalam deklarasi-deklarasi nya berakibat kita menolak keberadaan Rasul kita yang tercinta, Salallaahu 'Alaihi Wasallaam.
Butir pertama Deklarasi Jakarta jelas sekali merupakan persiapan perpindahan dari Islam ke Tolérance yang bertuhan esa. Deklarasi tersebut menyerukan segenap Muslim untuk "menjunjung tinggi kedamaian, keadilan, kebebasan/kemerdeka an, kemoderatan, toleransi, stabilitas, musyawarah, dan persamaan hak, sebagai landasan asasi kehidupan manusia." Tentu saja itu sama saja dengan doktrin-nya konstitusi AS, yang berbasis ateis-humanis dan yang juga mengakibatkan bendera mereka berkibar ketika mereka maju menindas dan membunuh-massal suku-suku Amerika asli dari suku Navajo hingga Sioux dll, bahkan sampai sangat antusias ketika dengan Senjata Pemusnah Massal mereka, meluluh-lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Maka dari itu jika para pengusung Deklarasi Jakarta manut pada doktrin-doktrin ini, tentu saja merekalah yang akan jadi korban berikutnya.
Shaykh Ahmad ibn al-Bashir al-Qalaawi ash-Shinqueeti Dalam maha-karyanya, 'Islam dalam Madzhab Madinah', menulis:
"Shaykh Abu'l-Qasim Abd al-Jalil al-Qasri mengatakan mengenai 'Aqida: 'Kalian lihatlah [orang-orang] yang sombong dan berlebih-lebihan, melihat rendah orang lain dan membenci mereka. Ketika orang sedemikian ditanya, "Apakah kewajiban utama? Di mata Fiqh/hukum, kapankah seseorang bertanggungjawab penuh? Apa buktinya bahwa jalan seseorang adalah jalan yang benar? Dan apakah kedzaliman yang harus dihindari sesiapapun?" - ia akan bungkam sepi bak kuburan dan lebih takut dibanding seekor hewan yang kena jebakan. Himmah-nya yang tadinya tinggi tiba-tiba berkurang jadi nihil, dan semua hal dalam nafsunya yang tadinya seperti berkuasa, berbobot dan penting, tiba-tiba tunduk. Ia menjadi tawanan ketakutan dan bungkamnya sendiri. Camkanlah bencana yang menimpanya! Camkanlah kerugian yang dideritanya! '
Aku mengatakan: 'Andaikan ia memperhatikan bencana yang menimpanya di dunia, dan ingat bahwa ketika ia wafat di (alam) kubur akan ada pertanyaan-pertanya an Munkar dan Nakir mengenai tauhid; dan kengerian alam berikutnya akan dialami setiap manusia - yang mana tak satupun dapat selamat kecuali mereka-mereka yang telah diberkati Allah dengan ilmu bermanfaat mengenai Allah; dan bahwa yang Haq dan Bathil akan dipisahkan; dan bagaimana segala sesuatu yang tersembunyi yang berasal dari kejahiliyahan Diin akan terbuka nyata; dan bagaimana yang sombong dan berlebih-lebihan, karena berpaling dari tauhid dan karena menyibukkan diri mereka dengan apa yang tak menyangkut mereka, hanya akan menuai sesal dari apa yang mereka tanamkan di dunia ini; dan bahwa semua kesedihan dan penyesalan pada masa itu tak akan menghasilkan apa-apa.'"
Ayat ketiga dalam Deklarasi Jakarta adalah, "Untuk menerima perbedaan budaya dan kemasyarakatan setiap individu sebagai rahmat dari Allah."
Itu adalah penolakan mentah yang disengaja terhadap pembeda dan fruqan yang Allah Azza Wa Jalla telah landaskan dalam Quran-Nya. Dan salah satu nama Quran adalah 'al-Furqan' (pembeda). Ayat di atas yang memuat istilah-istilah 'individu', 'kebudayaan' dan 'kemasyarakatan' , adalah bahasa dan kosa-kata sosiologi, sebuah ilmu jejadian, dengan demikian para pembicara di Konferensi itu adalah para sosiolog atau para akademisi, bukan fuqaha . Dalam Surat at-Taubah (9:67-68 riwayat warsy), Allah Ta'Ala berkata:
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik."
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.
Selanjutnya dalam surat yang sama (ayat71-73):
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya,
dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di taman 'Adn.
Dan keridhaan Allah adalah lebih besar;itu adalah keberuntungan yang besar.
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. "
Dalam ayat keempat kita mencapai jantung hutan belantara kejahiliyahan: "Untuk sekali lagi mendifinisikan pendidikan Islam sebagai landasan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan untuk mendukung prinsip-prinsip kebersamaan bagi setiap individu, untuk memupuk hubungan harmonis antar agama dalam skala internasional. " Setelah membaca itu semua muslim harus tahu bahwa mereka telah ditipu dalam Deen mereka . Doktrin kafir dalam ayat keempat tadi didukung oleh ayat 5 sebagai berikut: "Untuk mendukung penuh dalam pembentukan dialog antar-agama yang konstruktif sebagai landasan saling menhormati dan saling memahami."
Dari sudut Islam yang Sahih, masalah di atas dijelaskan dalam perintah-perintah dan larangan-larangan di dalam Surat at-Taubah (9:29-33). Allah Subhanahu wa Ta'Ala mengatakan:
"Perangilah orang-orang ahli kitab yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak ber-Deen dengan Deen yang benar, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah memerangi mereka , betapa sesatnya mereka!
Mereka menjadikan rabbi-rabbi (yahudi) dan rahib-rahib (kristen) mereka sebagai tuhan selain Allah dan (begitu pula) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia! Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Mereka berkehendak memadamkan Cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tak menyukai.
Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."
Kepada segenap Muslimin Indonesia yang mulia, lurus dan saya hormati, mohon sampaikan kabar kepada anggota-anggota dewan Nahdlatul Ulama beserta ketuanya yang menyimpang Hasyim Muzadi, yang sudah sempoyongan di pinggir jurang kekufuran, mengenai kata-kata terjaga ini dalam Quran:
"Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."
sumber:reg_ar@yahoo.com
Apa yang kemudian berlaku dari proses Tolérance ini adalah hasil yang diinginkan, yaitu dihapusnya komunitas yang bersalah, apakah melalui pemusnahan dengan cara melakukan perang 'keadilan' atas mereka- yaitu perang melawan teror - maupun melalui asimilasi total pihak tertuduh alhasil sirnalah etos yang disidik melalui dialektika ini.
Di Jakarta pada akhir Februari 2004 lalu, sebuah konferensi yang mengaku diri sebagai Konferensi Internasional Ulama Islam, diadakan dengan sub-judul "guna mengangkat prinsip-prinsip islam." Kami sudah memaparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya bahwa kuffar kini sedang mendalangi dialektika, yang mana hasilnya akan sama saja dari sudut pandang yang manapun, yaitu hasil yang mereka inginkan. Dialektika ini telah kita namakan sebagai Politik Isma'ili, dan adalah penyimpangan yang ke luar dari Islam, yang pas sekali dengan keadaan zaman sekarang. Teorinya adalah untuk membiarkan serangkaian aksi teror yang begitu mengerikan terjadi hingga pihak yang dituduh melaksanakannya, baik karena letih maupun benci, digiring kepada kebalikannya. Kemudian antitesanya ditawarkan kepada komunitas yang kini merasa bersalah dan malu. Solusi yang timbul yang konon dipaparkan sebagai 'ketertiban setelah kekacuan', dan sebagai 'keadilan setelah ketidak-adilan' , adalah 'Toleransi'.
Lebih baik bagi kita untuk menggunakan istilah tersebut dalam bentuk tulisan Perancis, yaitu Tolérance , karena istilah itu dilahirkan dengan sengaja sebagai salah satu alat kekuasaan dalam rangka pendirian negara ateis segera setelah Revolusi Perancis. Doktrin ini sebenarnya sangat tak masuk akal karena buktinya adalah kebalikannya. Jika kita amati dengan seksama jelaslah alat kekuasaan ini dibidik kepada sekelompok guna mengubah mereka agar tunduk pada tatanan moral kelompok lawannya. Dengan kata lain, mengandung dinamika satu arah. Maksud kami adalah bahwa doktrin Tolérance memaksa kelompok yang dituduhnya untuk "Toleransilah pada kita!" Terkandung di dalamnya adalah mustahilnya berlaku timbal-balik dari kelompok yang meminta ditolerir. Ini harus digaris bawahi. "Kalian harus mentolerir kita - tapi situasi anda tak bisa diltolerir karena kalian mencoba menekan kita dengan teror."
Apa yang kemudian berlaku dari proses Tolérance ini adalah hasil yang diinginkan, yaitu dihapusnya komunitas yang bersalah, apakah melalui pemusnahan dengan cara melakukan perang 'keadilan' atas mereka- yaitu perang melawan teror - maupun melalui asimilasi total pihak tertuduh alhasil sirnalah etos yang disidik melalui dialektika ini.
Dari sudut pandang materialis, apa yang mereka sesumbar sebagai Perang atas Teror sebenarnya sangat menarik karena satu komunitas, dengan dukungan antek-anteknya, bersedia untuk menggelarkan semua persenjataan teknologi mereka guna memerangi musuh-musuh mereka, sampai kepada seluruh kekuatan polisi rahasia internasional mereka, bahkan hingga ditariknya kembali protokol-protokol kebebasan madani hasil jerih-payah mereka sendiri. Di sisi lain para teroris hanya memiliki badan-badan mereka sendiri yang mereka sedia korbankan dalam arena musuh mereka, yang kemudian berakibat ditimpanya komunitas mereka sendiri dengan bencana hasil bunuh-diri itu.
Tak bisa dipungkiri bahwa dari sudut Islam, seorang Muslim yang melakukan bunuh diri akan masuk Api ( naarul-jahannam ). Andai kita berbalik kepada penerapan doktrin politik Tolérance kita akan menghadapi masalah yang lebih parah lagi. Dipegangnya doktrin ini, dakwahnya doktrin ini, dukungan atas doktrin ini, mengajak pihak lain pada doktrin ini, adalah program kafir di zaman ini untuk menghapuskan Islam. Ideologi yang dikumandangkan oleh Nazi adalah " Kirche, Küche und Kinder" (Gereja, Dapur dan Anak-anak), sebuah program yang nampak damai dan "menjunjung kehidupan", sementara penerapan program manis ini berarti harus segera menghapus segolongan ras manusia yang mereka anggap tak mendukung ideologi ini. Melihat rencana dan pelaksanaan yang sudah berjalan dari program genosida ( pemusnahan massal ) atas Muslimin, Tolérance mirip dengan ideologi Nazi itu.
Alhasil tak seorangpun boleh dibiarkan memasuki dialektika kuffar. Dengan demikian dari sudut pandang Islam penolakan atas Tolérance tak terpisahkan dengan penolakan atas terorisme. Masalah terorisme adalah masalah mereka, karena kita Ummat Dunia bukanlah pelakunya, apalagi sebagian dari aksi teror dipicu oleh mereka sendiri dengan terus menggunakan agen-agen provokator mereka. Sebaliknya, Tolérance adalah masalah kita dan keteguhan kita untuk menolaknya haruspun sempurna. Jika kita tak acuh pada peringatan ini, masa depan setiap masyarakat Muslim adalah menjadi seruntun Cagar-Muslim Nasional, terusir dari segenap lingkaran kekayaan, perdagangan dan kedamaian. Komunitas Arab-Palestina yang kini hampir putus dari pendidikan Islam yang benar, tentu salah telak jika mereka kira dinding Israel ada kemiripan dengan dinding Berlin, karena dinding Berlin hanyalah pembatas antara dua masyarakat musuh yang pada intinya sama saja. Namun, sebenarnya sama dengan situasi di Pale yang mendorong para yahudi memasuki kawasan payau Polandia demi 'bersih'-nya zona masyarakat Rusia.
Kini mari kita amati dengan seksama Konferensi Jakarta. Jika ada setitikpun keraguan kita atas kuatnya komitmen kafir pada Doktrin Tolérance , maka Konferensi Jakarta dapat diacungkan sebagai bukti kuat atas sampai mana kemajuan dan kerjasama kuffar pada gerakan ini. Presiden Megawati Sukarnoputri yang tak dikenal dengan ketajaman intelektualnya, dalam pidato pembukanya di acara tersebut, dalam waktu singkat sudah mengutarakan doktrin kembarannya kuffar, yaitu Hak-hak Asasi Manusia - HAM (bacalah pidato pentingnya Hajj Abu Bakr Rieger, Rais Gerakan Dakwah se-Dunia Murabitun, sebagaimana ia sampaikan di Konferensi Fiqh Internasional di Pretoria pada Oktober 2003, tersedia di website ini). Belum lagi desahan dan gumaman Presiden Megawati yang hampir tak kentara mengenai masuknya AS ke dalam Iraq, tak selantang perlawanan Menteri Luar Negeri Perancis, yang didasari dengan hukum internasional.
Allah Ta'Ala mengatakan dalam surat Ibrahim (14:52 dalam riwayat Warsy):
"(Al-Quran) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran."
Jadi, jika kita melihat tafsir sahih ayat-ayat Quran di atas hingga ke Sunnah Rasulullah Salallaahu 'Alaihi Wasallaam, mengenai apa itu Diinul-Islam, maka akan berdampak politik yang sangat dalam. Tak ada lagi yang lebih layak untuk mengutuk Konferensi Jakarta ini selain dengan menunjukkan bahwa landasan kesombongan dalam deklarasi-deklarasi nya berakibat kita menolak keberadaan Rasul kita yang tercinta, Salallaahu 'Alaihi Wasallaam.
Butir pertama Deklarasi Jakarta jelas sekali merupakan persiapan perpindahan dari Islam ke Tolérance yang bertuhan esa. Deklarasi tersebut menyerukan segenap Muslim untuk "menjunjung tinggi kedamaian, keadilan, kebebasan/kemerdeka an, kemoderatan, toleransi, stabilitas, musyawarah, dan persamaan hak, sebagai landasan asasi kehidupan manusia." Tentu saja itu sama saja dengan doktrin-nya konstitusi AS, yang berbasis ateis-humanis dan yang juga mengakibatkan bendera mereka berkibar ketika mereka maju menindas dan membunuh-massal suku-suku Amerika asli dari suku Navajo hingga Sioux dll, bahkan sampai sangat antusias ketika dengan Senjata Pemusnah Massal mereka, meluluh-lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Maka dari itu jika para pengusung Deklarasi Jakarta manut pada doktrin-doktrin ini, tentu saja merekalah yang akan jadi korban berikutnya.
Shaykh Ahmad ibn al-Bashir al-Qalaawi ash-Shinqueeti Dalam maha-karyanya, 'Islam dalam Madzhab Madinah', menulis:
"Shaykh Abu'l-Qasim Abd al-Jalil al-Qasri mengatakan mengenai 'Aqida: 'Kalian lihatlah [orang-orang] yang sombong dan berlebih-lebihan, melihat rendah orang lain dan membenci mereka. Ketika orang sedemikian ditanya, "Apakah kewajiban utama? Di mata Fiqh/hukum, kapankah seseorang bertanggungjawab penuh? Apa buktinya bahwa jalan seseorang adalah jalan yang benar? Dan apakah kedzaliman yang harus dihindari sesiapapun?" - ia akan bungkam sepi bak kuburan dan lebih takut dibanding seekor hewan yang kena jebakan. Himmah-nya yang tadinya tinggi tiba-tiba berkurang jadi nihil, dan semua hal dalam nafsunya yang tadinya seperti berkuasa, berbobot dan penting, tiba-tiba tunduk. Ia menjadi tawanan ketakutan dan bungkamnya sendiri. Camkanlah bencana yang menimpanya! Camkanlah kerugian yang dideritanya! '
Aku mengatakan: 'Andaikan ia memperhatikan bencana yang menimpanya di dunia, dan ingat bahwa ketika ia wafat di (alam) kubur akan ada pertanyaan-pertanya an Munkar dan Nakir mengenai tauhid; dan kengerian alam berikutnya akan dialami setiap manusia - yang mana tak satupun dapat selamat kecuali mereka-mereka yang telah diberkati Allah dengan ilmu bermanfaat mengenai Allah; dan bahwa yang Haq dan Bathil akan dipisahkan; dan bagaimana segala sesuatu yang tersembunyi yang berasal dari kejahiliyahan Diin akan terbuka nyata; dan bagaimana yang sombong dan berlebih-lebihan, karena berpaling dari tauhid dan karena menyibukkan diri mereka dengan apa yang tak menyangkut mereka, hanya akan menuai sesal dari apa yang mereka tanamkan di dunia ini; dan bahwa semua kesedihan dan penyesalan pada masa itu tak akan menghasilkan apa-apa.'"
Ayat ketiga dalam Deklarasi Jakarta adalah, "Untuk menerima perbedaan budaya dan kemasyarakatan setiap individu sebagai rahmat dari Allah."
Itu adalah penolakan mentah yang disengaja terhadap pembeda dan fruqan yang Allah Azza Wa Jalla telah landaskan dalam Quran-Nya. Dan salah satu nama Quran adalah 'al-Furqan' (pembeda). Ayat di atas yang memuat istilah-istilah 'individu', 'kebudayaan' dan 'kemasyarakatan' , adalah bahasa dan kosa-kata sosiologi, sebuah ilmu jejadian, dengan demikian para pembicara di Konferensi itu adalah para sosiolog atau para akademisi, bukan fuqaha . Dalam Surat at-Taubah (9:67-68 riwayat warsy), Allah Ta'Ala berkata:
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik."
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.
Selanjutnya dalam surat yang sama (ayat71-73):
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya,
dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di taman 'Adn.
Dan keridhaan Allah adalah lebih besar;itu adalah keberuntungan yang besar.
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. "
Dalam ayat keempat kita mencapai jantung hutan belantara kejahiliyahan: "Untuk sekali lagi mendifinisikan pendidikan Islam sebagai landasan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan untuk mendukung prinsip-prinsip kebersamaan bagi setiap individu, untuk memupuk hubungan harmonis antar agama dalam skala internasional. " Setelah membaca itu semua muslim harus tahu bahwa mereka telah ditipu dalam Deen mereka . Doktrin kafir dalam ayat keempat tadi didukung oleh ayat 5 sebagai berikut: "Untuk mendukung penuh dalam pembentukan dialog antar-agama yang konstruktif sebagai landasan saling menhormati dan saling memahami."
Dari sudut Islam yang Sahih, masalah di atas dijelaskan dalam perintah-perintah dan larangan-larangan di dalam Surat at-Taubah (9:29-33). Allah Subhanahu wa Ta'Ala mengatakan:
"Perangilah orang-orang ahli kitab yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak ber-Deen dengan Deen yang benar, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah memerangi mereka , betapa sesatnya mereka!
Mereka menjadikan rabbi-rabbi (yahudi) dan rahib-rahib (kristen) mereka sebagai tuhan selain Allah dan (begitu pula) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia! Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Mereka berkehendak memadamkan Cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tak menyukai.
Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."
Kepada segenap Muslimin Indonesia yang mulia, lurus dan saya hormati, mohon sampaikan kabar kepada anggota-anggota dewan Nahdlatul Ulama beserta ketuanya yang menyimpang Hasyim Muzadi, yang sudah sempoyongan di pinggir jurang kekufuran, mengenai kata-kata terjaga ini dalam Quran:
"Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai."
sumber:reg_ar@yahoo.com