oleh : Imam Salimy
Saat hampir sebagian besar penduduk dunia (mungkin) menonton pelantikan Presiden AS ke 44 Barrack Obama, aku memilih tidur untuk mempersiapkan tenaga buat kerja esok hari. Entah kenapa, malam itu di benakku sudah terpikir, bahwa Obama akan membuat sebagian besar umat muslim dunia kecewa. Dan itu terbukti saat keesokan harinya aku lihat di televisi, pidato Obama yang dilantik dengan menghabiskan biaya Rp 1,2 trilyun itu tidak menyinggung sedikit pun tentang konflik Palestina-Israel. Padahal, isu itulah yang paling penting di atas isu konflik Timur Tengah lainnya. Logikanya, jika yang terpenting saja tidak disinggung, bagaimana mungkin yang tidak penting akan dibahas? Kalau aku katakan bahwa Obama lupa, sepertinya tidak mungkin. Apa dia sudah sepikun itu? Membuat lawan bingung adalah sebuah strategi perang politik yang usang tapi masih sering dipakai.
Pidatonya hanya sedikit menyinggung tentang Afganistan dan Irak, itu pun tipis sekali, setipis kulit bawang yang sering dikupas ibuku. Mungkin memang terlalu skeptis aku berpikir tentang Obama, tapi Vladimir Putin pun mengatakan hal yang hampir sama dengan pendapatku. Hanya saja, Putin mengatakan bahwa kekecewaan terbesar datang dari ekspektasi yang tinggi.
Beban berat Obama saat ini adalah bagaimana Obama bisa memulihkan kondisi ekonomi AS yang terpuruk, dan itu adalah prioritas utama. Sebab, hal itu yang akan menjadi sorotan dan penilaian warga Amerika pada Obama, penduduk negeri yang sudah memilih Obama menjadi presiden. Obama tidak akan mungkin memprioritaskan kepentingan orang Timur Tengah ataupun kepentingan negeri mana pun yang penduduknya tidak pernah memilih dirinya. Itu bukan hal salah kawan, itu hal wajar dan berlaku di seluruh negara dunia. Jadi kalau di Indonesia ada orang yang bersorak sorai atas kemenangan Obama, itu juga bukan hal salah, hanya menurutku lucu saja.
Di sisi yang sama, kita tahu bahwa perekonomian Amerika disetir oleh orang-orang Zionis dengan kelompok perusahaan raksasanya yang menggurita di penjuru dunia dan mengangkang di atas Benua Amerika. Logikanya, bila prioritas pemulihan ekonomi dibebankan kepada Obama, maka sebenarnya di dalam negerinya sendiri Obama sedang menjadi sapi perah untuk memulihkan perusahaan-perusaha an milik Zionis Israel agar bisa kembali bernafas seperti semula.
Kemudian, kita juga perlu ingat, bahwa lemahnya ekonomi di AS bukan menandakan perusahaan-perusaha an milik Zionis di luar AS juga ikut lemah. Satu contoh, di Indonesia sendiri, sebuah negara yang juga tidak lepas dari dampak krisis ekonomi global, perusahaan-perusaha an milik Zionis ataupun yang punya link ke kelompok usaha Zionis masih terus bisa meraup keuntungan. Jadi kalau begitu, isu krisis sebenarnya tidaklah mengguncang posisi Israel di kancah ekonomi secara global. Toh dalam kondisi yang katanya krisis juga Israel masih bisa mendanai perang. Memangnya uang darimana itu semua?
Amerika dan Israel adalah dua negara, bukan satu negara. Israel menguasai AS, dan memang sudah watak dari bawaan lahir bahwa bangsa Israel itu licik, jahat dan biadab. Israel tidak akan mungkin mengorbankan negaranya untuk kepentingan AS, yang ada juga sebaliknya, bagaimana AS berkorban lebih banyak lagi untuk kepentingan negara Israel.
Itu artinya, bila Obama ingin segera membenahi ekonomi negerinya yang menjadi tolok ukur keberhasilan kepemimpinannya, Obama harus bekerjasama lebih baik lagi dengan lobi Zionis ketimbang para pendahulunya. Bukankah hal itu juga memiliki arti, awan suram masalah Timur Tengah akan makin gelap dengan terpilihnya Obama, bukan makin terang.
Maka logislah bagi otak bebalku ini tentang Obama dan Israel. Prioritas Obama memang harus di ekonomi negerinya, karena itu menyangkut kepentingan Israel secara keseluruhan. Sungguh suatu hal yang sangat wajar dan memang sudah semestinya dilakukan oleh Obama. Semua mata dunia dan mata warga AS khususnya memang sedang diarahkan untuk berkata bahwa wajar Obama memprioritaskan masalah negerinya yang sedang porak poranda dengan masalah ekonomi, sehingga masalah penting kemanusiaan di dunia bisa dikesampingkan.
Bahkan aku pikir, penyerangan Israel ke Gaza akhir tahun lalu adalah sebuah parade Israel untuk menyambut pelantikan Obama. Jadi sebenarnya, biaya perayaan pelantikan Obama bukan Rp 1,2 trilyun, tapi Rp 1,2 trilyun + Rp 5,5 trilyun kehancuran materi di Gaza + 1.300 orang tewas + 5.000 orang terluka.
Monday, February 02, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment