Sahabat, dalam sebuah kesempatan, kami berkumpul menghadiri forum kebersamaan santri, yang dilaksanakan 1 bulan satu kali, disana berbagai paparan tentang kebersamaan di utarakan, saling memberi masukan dan saran juga lainnya ada disitu.
Sahabat, satu hal yang mungkin bisa diambil pelajaran disana, bahwa diakhir pertemuan, ustadz komar berdiri dan memberikan tausiyah, diawali dengan salawat dan salam kemudian beliau mengangkat sebuah kertas putih bersih, seraya berkata, kurang lebih beliau berkata seperti ini " sahabat-sahabat apa ini?" semua menjawab "kertas putih", berurang kali beliau menanyakan hal itu kepada ikhwan dan akhwat yang hadir, kemudian beliau mengambil sebuah spidol, yang beliau lakukan hanya memberi titik di tengah-tengah kertas putih bersih itu, dan kemudian kembali menanyakan hal yang sama seperti yang beliau tanyakan diawal " sahabat-sahabat, apakah ini?", semua menjawab "titik ustadz", ada juga yang menjawab "bercak ustadz" ..... dan seterusnya, beliau menanyakan hal yang sama berkali-kali.
Sahabat, diakhir ustadz komarudin kemudian bertanya kurang lebih seperti ini ; "sahabat, tidakkah semua melihat ini adalah kertas putih yang ada titik kecil ditengahnya, kertas yang ketika di bulak balik banyak daerah putihnya, dan satu titik kecil ada ditengahnya, lalu kenapa semua lebih fokus kepada titik yang kecil ini bukan kepada putihnya yang justrus lebih besar dari titik itu sendiri?".
Sahabat, itulah nyatanya kebanyakan dari kita, atau setidaknya kebanyakan dari yang hadir pada pertemuan tadi, lebih cenderung terbawa, lebih cenderung melihat satu titik kecil tadi, noda kecil tadi, daripada melihat putihnya yang justru jauh lebih besar dari satu titik tadi.
lebih lanjut, dikaitkan dengan kehidupan kita, istilah "nila setitik rusak susu sebelanga" sebuah istilah yang nampaknya begitu akrab dengan kehidupan sekelompok orang di Indonesia, atau naudzu bilah apakah kita termasuk didalamnya?.
Ustadz Komar hari itu berusaha untuk menyampaikan satu hal, tentang khidmat kepada seorang guru, guru yang memberi kita banyak ilmu, atau siapapun yang menjadi jalan ilmu dalam kehidupan kita, jangan sampai karena sebuah titik itu, bercak dalam kehidupan beliau-beliau yang menjadi jalan datangnya ilmu, kemudian menghijab kita dari mendengarkan apa yang beliau sampaikan, padahal kalau kita simak dengan benar, bukanlah kejelekkan, keburukan, kesesatan yang beliau ajarkan, tapi justru ajakan kepada kita untuk mendekat kepada Alloh, ajakan untuk taubat, ajakan untuk memperbanyak shalat sunnah, ajakan untuk shaum, ajakan untuk ibadah, ajakan untuk bergeser, melangkah, bahkan berlari menuju Alloh.
Ustadz Komar kemudian menjelaskan bahwa terkadang sikap - sikap seperti inilah sahabat yang menghijab datangnya karunia yang Alloh tampakkan didepan mata kita.
Sungguh sahabat, jujur kepada diri, nikmatnya Ilmu, nikmatnya tawadlu, nikmatnya lantunan muhasabah yang menyentuh hati, atau muhasabah ditengah malam kala sendiri, kadang tersa hambar saya rasakan memang ketika rasa itu hadir, ketika seolah hanya titik hitam yang kita lihat dari diri seseorang yang berdiri didepan kita memaparkan ilmunya.
Dua hal kata Ustadz komar agar mendapat keutamaan ilmu dari seorang guru, 1.husnudzan pada guru kita, atau 2.percaya sepenuhnya dan mengikuti.
Walaahu A'lam bisshawabb