Wednesday, April 29, 2009

Sebuah Titik




Sahabat, dalam sebuah kesempatan, kami berkumpul menghadiri forum kebersamaan santri, yang dilaksanakan 1 bulan satu kali, disana berbagai paparan tentang kebersamaan di utarakan, saling memberi masukan dan saran juga lainnya ada disitu.
Sahabat, satu hal yang mungkin bisa diambil pelajaran disana, bahwa diakhir pertemuan, ustadz komar berdiri dan memberikan tausiyah, diawali dengan salawat dan salam kemudian beliau mengangkat sebuah kertas putih bersih, seraya berkata, kurang lebih beliau berkata seperti ini " sahabat-sahabat apa ini?" semua menjawab "kertas putih", berurang kali beliau menanyakan hal itu kepada ikhwan dan akhwat yang hadir, kemudian beliau mengambil sebuah spidol, yang beliau lakukan hanya memberi titik di tengah-tengah kertas putih bersih itu, dan kemudian kembali menanyakan hal yang sama seperti yang beliau tanyakan diawal " sahabat-sahabat, apakah ini?", semua menjawab "titik ustadz", ada juga yang menjawab "bercak ustadz" ..... dan seterusnya, beliau menanyakan hal yang sama berkali-kali.
Sahabat, diakhir ustadz komarudin kemudian bertanya kurang lebih seperti ini ; "sahabat, tidakkah semua melihat ini adalah kertas putih yang ada titik kecil ditengahnya, kertas yang ketika di bulak balik banyak daerah putihnya, dan satu titik kecil ada ditengahnya, lalu kenapa semua lebih fokus kepada titik yang kecil ini bukan kepada putihnya yang justrus lebih besar dari titik itu sendiri?".
Sahabat, itulah nyatanya kebanyakan dari kita, atau setidaknya kebanyakan dari yang hadir pada pertemuan tadi, lebih cenderung terbawa, lebih cenderung melihat satu titik kecil tadi, noda kecil tadi, daripada melihat putihnya yang justru jauh lebih besar dari satu titik tadi.
lebih lanjut, dikaitkan dengan kehidupan kita, istilah "nila setitik rusak susu sebelanga" sebuah istilah yang nampaknya begitu akrab dengan kehidupan sekelompok orang di Indonesia, atau naudzu bilah apakah kita termasuk didalamnya?.
Ustadz Komar hari itu berusaha untuk menyampaikan satu hal, tentang khidmat kepada seorang guru, guru yang memberi kita banyak ilmu, atau siapapun yang menjadi jalan ilmu dalam kehidupan kita, jangan sampai karena sebuah titik itu, bercak dalam kehidupan beliau-beliau yang menjadi jalan datangnya ilmu, kemudian menghijab kita dari mendengarkan apa yang beliau sampaikan, padahal kalau kita simak dengan benar, bukanlah kejelekkan, keburukan, kesesatan yang beliau ajarkan, tapi justru ajakan kepada kita untuk mendekat kepada Alloh, ajakan untuk taubat, ajakan untuk memperbanyak shalat sunnah, ajakan untuk shaum, ajakan untuk ibadah, ajakan untuk bergeser, melangkah, bahkan berlari menuju Alloh.
Ustadz Komar kemudian menjelaskan bahwa terkadang sikap - sikap seperti inilah sahabat yang menghijab datangnya karunia yang Alloh tampakkan didepan mata kita.
Sungguh sahabat, jujur kepada diri, nikmatnya Ilmu, nikmatnya tawadlu, nikmatnya lantunan muhasabah yang menyentuh hati, atau muhasabah ditengah malam kala sendiri, kadang tersa hambar saya rasakan memang ketika rasa itu hadir, ketika seolah hanya titik hitam yang kita lihat dari diri seseorang yang berdiri didepan kita memaparkan ilmunya.
Dua hal kata Ustadz komar agar mendapat keutamaan ilmu dari seorang guru, 1.husnudzan pada guru kita, atau 2.percaya sepenuhnya dan mengikuti.

Walaahu A'lam bisshawabb

Sunday, April 12, 2009

Terkabulnya Do'a Orang Yang Terdzolimi ?

Sore itu di sebuah rumah dipinggiran kota Cimahi kurang lebih beberapa kilo dari perbatasan kabupaten bandung barat, seorang hamba Alloh yang sudah renta mengalami sebuah kejadian yang mungkin bisa menjadi Ibroh untuk kita semua.
Adalah Imad (nama samaran) seorang lelaki tua yang jauh dari keluarga, bahkan ada indikasi ia terbuang dari keluarganya, hidup sendirian dalam sebuah kontrakan yang amat sederhana, sebagian besar dindingnya terbuat dari bilik, dengan ukuran kamar yang bisa dibilang sempit untuk ukuran sebuah kost-kostan, ia telah tinggal dirumahkontrakan itu berbulan bulan lamanya.
Imad dikenal oleh tetangganya sebagai buruh kasar ini, yang gajinya juga kecil serta tak tentu, dan hanya mendapatkan upah untuk sekadar bertahan hidup, apalagi dengan tubuhnya yang sudah renta, ia hanya bisa menjemput rizkinya sekemampuan tenaga yang amat terbatas, yang nota bene kerjaannya juga tak tentu, apa saja ia kerjakan, dari mulai menggali kubur, mengurus taman, potong rumput, angkut barang, apapun yang disuruhkan orang padanya.
Suatu hari, iamd mendapatkan serangan stroke, sebelah tubuhnya lumpuh, ... Allohu Akbar, dengan segala keterbatasanya Ia mendapatkan penyakit ini, lalu papa takdir kehidupannya setelah ini?.
Mungkin inilah cara Alloh memanggil hambanya, karena beberapa minggu setelah itu, ia meninggalkan dunia yang fana ini.
Tapi, sebelum meninggal inilah, Alloh memberikan pelajaran bagi kita melalui hidup yang dijalani orang ini. Adalah Imad, beberapa hari menjelang kematiannya keluar dari rumah kontrakannya itu dengan terhuyung huyung menyeret sebelah tubuhnya keluar menuju salah satu warung yang tak jauh dari tempatnya, sederhana, ia lapar, ia ingin makan, sementara kerja yang biasa dilakukannyatidak bisa ia lakukan dengan keadaan yang menimpanya itu.
Dengan susah payah Imad menuju warung itu, dan sesampainya ia didepan warung yang dimaksud, kemudia ia berkata " Pak, maaf, boleh ga saya minta gorengannya, nanti kalo saya sudah sembuh, atau ada yang datang ngasih uang biar saya bayar nanti", kurang lebih itulah yang diucapkan lelaki renta itu didepan si tukang gorengan didepan warung yang ditujunya.
Tentunya Imad berharap belaskasihan tetangganya yang tukang gorengan itu, karena kita tahu pasti sang tetangga tahu keadaan Imad dan keterbatasan dalam kesehariaannya, tapi sahabat, nammpaknya, disinilah letak pelajaran yang kita ambil, ketika sang tukang gorengan menolak memberikan gorengan itu kepada Imad.
Imad ber menit-menit lamanya berdiri8 didepan sang penjual gorengan, menunggu belas kasihan, namun tidak ada tanda belas kasihan itu muncul pada orang bersangkutan, satu menit, dua menit, tiga menit, empat menit, lima menit, berdiri ia, dan air matanya mulai membasahi kedua pipinya, akhirnya ia kembali menggusur langkahnya menuju kontrakannya, dengan kesedihan dihatinya.
Sahabat, langkah Imad menuju kontrakannya, disertai dengan hatinya yang tergores, dan entah do'a apa yang terujar dalam hatinya ..., namun sahabat, saat Imad menutup pintu kontrakannya, diceritakan detik itu pula, " GEBRUG !" sang pembuat gorengan tersungkur didepan penggorengannya, ia tersungkur terkena stroke ..., inikah bukti keagunganMU yaa Alloh, terbuktinya do'a orang Yang terdzolimi?, Wallaahu a'lam.
Sahabat, percaya atau tidak ini adalah kisahnyata. Imad sekarang terbujur kaku, dikuburkan tanpa sanak saudara yang menghadiri, bahkan biaya pemakamannya ditanggung oleh RT RW setempat, dan orang yang terkena stroke itu saat berita ini sampai kepada saya satu minggu kemudian, masih menderita dengan penyakitnya, Wallohu a'lam ...